Tuesday, July 29, 2014

Modeling Excellence

Modeling Excellence Series #9
I ended the last post about modeling (Advanced NLP Modeling using Meta-States) saying:
To meta-state is to classify and that means framing and reframing and outframing, all of which lie at the heart of modeling.

Now when you are modeling any complex state or human experience, you have to flush out the frames that governs that experience.  If you cannot do that, you will not be able to actually understand the experience let alone replicate it if it is a state of excellence that you want to adopt for yourself and others.  This raises lots of questions about modeling:

What are ‘frames’?  What does this mean in terms of subjective experiences?
  • How does one flush out the frames of an experience?
  • How can you determine which are the actual frames governing an experience?
  • What are the multiple ways that we can think about framing and reframing?
The word frame comes from a larger phrase, frame-of-reference.  And this refers to the reference that a person is using to understand something.  And the good news? you are already skilled in flushing this out!  When you hear a person speak and you don’t know what they are talking about, you know to intuitively ask, “What are you referring to?”  If you walk in on a conversation that several people are having and they are talking about something, and it seems important, even emotional, but you really don’t know what, who, when, etc., then you ask the reference questions: “What are you talking about?” Who are you talking about?”
And the reference they are using makes a lot of difference!  Suppose you think they are talking about you, or your daughter, or your spouse, or your job … and then you find out they are talking about the movie that saw on the weekend!  How you interpret their words, their emotions, and their responses depends on the reference that you use.  Make sure you use their reference to understand them.
Now if that is obvious about external references: what, who, when, which, where, etc. how much more important it is about internal references: beliefs, decisions, understandings, sources of information, models, values, criteria, standards, permissions, cultures, etc.  It is even more important about internal references because when you use a frame-of-reference you are using something (an event, an understanding, a belief, etc.) to interpret or make sense of something else.  That’s what a ‘frame’ is.   A frame is an interpretative scheme, a lens by which you perceive, observe, understand, etc. something else.
So when you set a frame, you set a way of interpreting or understanding something. And you can do that with words, with decorations, with environment, with context, with gestures, etc.   And if modeling is anything, it is seeking to understand a human experience on its own terms so that we can understand what it is, how it works, and what we can do with it.  That’s why to accurately model a human subjective experience, I first need to enter into that experience in a neutral way (without my own filters and judgments), empathetically (to understand it as an experience on its own terms), and thoroughly (to understand the full system and not just the obvious and symptomatic expressions).
Now most NLP modeling includes finding some of the ‘frames’, especially the ‘beliefs.’  In fact, this has been the focus of most NLP modeling.  Robert Dilts make this explicit in his Neuro Logical Levels Model:
  • Beliefs: What are the beliefs about the experience?
  • Value beliefs: What are the beliefs about its value and importance?
  • Identity beliefs: What are the beliefs about one’s identity?
  • Mission or Spiritual beliefs: What are the beliefs one’s mission in the world?
In Neuro-Semantics, using the Meta-States Model we have taken this much further.  First, we have identified 104 ‘logical levels’ (see Neuro-Semantics: Actualizing Meaning and Performance, 2011). Second, we have pictured these ‘levels’ not as a rigid hierarchy, but as fluid and reflexive, using such images as a diamond of consciousness, a hologram of holoarchy relations, as a Matrix (see The Matrix Model, 2003), and as a system of interactive variables (see Systemic Coaching, 2012).
This is really important for flushing out frames.  That’s because frames often hide, even from our own perspective and that’s because when you live within a frame for long, it seems ‘real’ and ‘the way things are’ and not an interpretation.  And whenever that happens (and it happens to all of us constantly), the Matrix has us!
How do we flush out the governing frames that are working as the self-organizing attractors in the system?  First and foremost, enter into the system and keep holding the frames that you receive and detect and see where it goes from there.  Accept, embrace, and innocently enter into the given frames.
This is not an obvious skill or an easy skill to develop.  It is counter-intuitive to how we all have learned to think and speak and respond to each other.  In phenomenology, this is called the epoche, the emptiness.  In NLP we call it the know-nothing state or the ‘stopping-the-world’ state.  Fritz Perls called it ‘losing your mind and coming to your senses.’
Hold the frame that you receive and ask, “If this is so, then what?”  “Let’s say this is true, so what? What does that mean?  What do you believe about that?”  Most people will go blank at this point. They will say, “I don’t know.”  Now in Neuro-Semantics we love this answer.  “Oh really!” Why?  Because we have 15 ways to respond to “I don’t know.”  After every Coaching Mastery I send that list to our Meta-Coaches because if to be a great coach, you often have to model the person’s current experience to understand it.
NEURO-SEMANTIC NEWS

Wednesday, July 2, 2014

"Jangan menyibuk, nnt mati kubur lain2"



Ada diantara kita apabila di tegur tak mahu menerima... Alasan kubur masing2...

Adakah org ini dia fikir bila dia mati esok jenazah nya akn tergolek2 trus masuk dlm lubang? Klau lubang kubur ok la juga takut tergolek masuk dlm tangki najis...

Bila sebut mati aje, satu persoalannya... Dah bersediakah ke arah itu?


Tuesday, July 1, 2014

Jaga hati diri sendiri?





Imam Shafiee pernah berkata- 

Belajarlah menjaga hati sendiri terlebih dahulu sebelum anda mengharapkan orang lain menjaga hati anda...



Sejauh mana kah keberanian dan kebenaran mutiara kata hati ini?

Keajaiban iman tukang sihir dan keangkuhan firaun



Berdasarkan Surah Taha, surah ke-20, bermula dari ayat 65-76

65. Mereka (tukang sihir) berkata: “Wahai Musa! Engkaukah yang akan mencampak terlebih dahulu atau kamikah yang akan mula-mula mencampak?”

Pengajaran ayat:

  • Tukang sihir menunjukkan adab-adab yang baik ketika hendak bertarung dengan Nabi Musa dengan memberi tawaran kepada Musa; siapakah yang akan mencampakkan tongkat dahulu, adakah mereka atau Musa dahulu?

66. Nabi Musa menjawab: “Bahkan kamulah yang mencampak(nya) dahulu”. Tiba-tiba tali-tali mereka dan tongkat-tongkat mereka terbayang-bayang kepadanya (Musa) seolah-olah benda-benda itu berjalan, disebabkan sihir mereka.

Pengajaran ayat:

  • Abu Hayan berkata: Perintah (mencampakkan tongkat) ini bukanlah bermaksud Nabi Musa membenarkan sihir yang mereka lakukan, tetapi tujuannya adalah untuk mewujudkan perbezaan antara benda yang mereka campakkan dan mu’jizat Nabi Musa, seolah-olah beliau berkata: Campaklah sekiranya kamu orang-orang yang benar.
  • Musa terkejut sewaktu tongkat-tongkat dan tali-tali mereka tiba-tiba berjalan, padahal ianya hanya sebuah ilusi yang mengkhayalkan Nabi Musa. Itulah hakikat sihir yang sebenarnya iaitu hanya khayalan semata-mata.

67. Maka yang demikian itu menjadikan Nabi Musa merasa takut sedikit dalam hatinya.

Pengajaran ayat:

  • Ketakutan Nabi Musa bukan bermakna ia tidak yakin kepada kekuasaan Allah tetapi sebagai tanda tabiat semulajadi manusia yang akan merasa gerun apabila melihat sesuatu yang luar biasa di hadapannya.

68. Kami berfirman kepadanya: “Janganlah engkau takut (Wahai Musa)! Sesungguhnya engkaulah yang tertinggi, mengatasi mereka dengan kemenangan.”

Pengajaran ayat:

  • Allah SWT memberi jaminan kepada Nabi Musa bahawa dialah yang mempunyai kedudukan yang paling tinggi dan mengatasi semua manusia yang lain.
  • Kekuatan yang sebenar ialah kekuatan Allah yang tidak mungkin dikalahkan oleh sesiapa. Ini menguatkan kembali keyakinan Nabi Musa untuk berdepan dengan Firaun, tukang-tukang sihirnya dan bala tenteranya.

69. “Dan campakkanlah apa yang ada di tangan kananmu, nescaya ia menelan segala (benda-benda sihir) yang mereka lakukan, kerana sesungguhnya apa yang mereka lakukan itu hanyalah tipu daya ahli sihir; sedang ahli sihir itu tidak akan beroleh kejayaan, di mana sahaja ia berada”.

Pengajaran Ayat:

  • Pada ayat ini, tidak disebut ‘campakkan tongkat engkau’ supaya Musa tidak merasa gerun kepada tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir memandangkan tongkat Nabi Musa hanyalah satu. Ini kerana yang akan mengalahkan tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir ialah Allah, bukannya tongkat Nabi Musa.
  • Setiap yang batil dan palsu akan mudah dikalahkan oleh kebenaran. Mu’jizat Nabi Musa  menelan semua sihir-sihir tukang sihir  sekaligus dan dengan mudah kerana sihir mereka adalah khayalan, palsu dan tidak benar.
  • Allah menjelaskan bahawa semua sihir hanyalah tipu daya penyihir dan ia tidak akan berjaya walaupun ianya datang daripada tukang sihir yang paling hebat.

70. (Setelah Nabi Musa mencampakkan tongkatnya yang terus menelan segala benda sihir mereka), maka keadaan yang demikian menjadikan Ahli-ahli sihir itu segera merebahkan diri sujud sambil berkata: “Kami beriman kepada Tuhan yang mengutus Nabi Harun dan Nabi Musa”.

Pengajaran Ayat:

  • Tatkala mereka melihat apa yang dilakukan oleh Musa adalah sesuatu yang luar daripada kebiasaan sihir , mereka yakin bahawa itu bukanlah sihir tetapi mu’jizat.
  • Hidayah Allah terus masuk ke dalam hati-hati tukang sihir yang memang telah terbuka dan bersedia untuk menerima hidayah (sifat rendah diri tukang sihir di peringkat awal memudahkan lagi proses penerimaan hidayah Allah).
  • Mengikut setengah riwayat, tukang sihir tidak mengangkat kepala-kepala mereka daripada sujud sehinggalah mereka melihat syurga, neraka, pahala, balasan buruk dan tempat-tempat mereka di dalam syurga yang memantapkan lagi iman mereka.
  • Kata al-Zamakhsyari (ahli tafsir): Alangkah menakjubkan perubahan tukang sihir yang begitu ketara dan mengejutkan. Di awal mereka mencampakkan tali-tali dan tongkat mereka kerana kekufuran dan keingkaran kepada Allah. Kemudian sekelip mata mereka ‘mencampakkan’ pula kepala-kepala mereka ke tanah kerana sujud dan syukur kepada Allah.

71. Firaun berkata: “Patutkah kamu beriman kepada Musa sebelum aku memberi izin kepada kamu? Sesungguhnya dia lah ketua kamu yang mengajar sihir kepada kamu. Oleh itu, demi sesungguhnya, aku akan memotong tangan dan kaki kamu secara bersilang, dan aku akan menyalibkan kamu pada batang-batang pohon tamar; dan demi sesungguhnya kamu akan mengetahui kelak, siapakah di antara kita yang lebih keras azab seksanya dan lebih kekal”.

Pengajaran Ayat:

  • Takabbur dan sombong adalah penghalang besar kepada berimannya manusia kepada Allah. Mereka yang takabbur dan sombong tidak akan tunduk kepada kebenaran walaupun melihat kebenaran dengan bukti yang nyata di hadapannya.
  • Apa yang dibimbangi dan ditakuti oleh Fir’aun ialah  orang ramai akan ikut beriman sebagaimana tukang sihir beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
  • Tabiat orang yang kufur kepada Allah, yang bergantung kepada sihir dan hujah yang rapuh, akan mendakwa sesuatu yang luar biasa itu semuanya adalah sihir, bukan di atas kebenaran dan dalil yang nyata.
  • Dari sini, Fir’aun membuat tuduhan bahawa sihir Musa yang di ajar kepada tukang sihirlah penyebab kepada berimannya tukang sihir kepada Allah
  • Apabila pemerintah yang zalim tidak dapat mengawal tingkah laku dan hati pengikutnya, maka ketika itu mereka akan menggunakan kuasa dan kekerasan untuk memaksa dan menyeksa demi untuk kekal berkuasa.
  • Fir’aun terus sombong dan angkuh  dengan mencabar siapakah yang paling pedih azab seksanya.

72. Mereka menjawab: “Kami tidak sekali-kali akan mengutamakanmu daripada apa yang telah datang kepada kami dari mukjizat-mukjizat yang terang nyata, dan (tidak akan mengutamakanmu daripada) Tuhan yang telah menjadikan kita semua. Oleh itu, hukumkanlah apa sahaja yang engkau hendak hukumkan, kerana sesungguhnya engkau hanyalah dapat menghukum dalam kehidupan dunia ini sahaja.

Pengajaran Ayat:

  • Apabila iman telah meresap ke dalam hati manusia, maka ia tidak akan gentar kepada ugutan manusia, kerana mereka yakin bahawa azab Allah jauh lebih pedih dan kekal selama-lamanya.
  • Tukang sihir yang baru sahaja beriman terus melaksanakan tanggungjawabnya sebagai orang yang beriman iaitu mengambil peluang untuk mengingatkan manusia tentang kehidupan akhirat.
  • Lalu kata tukang sihir kepada Fir’aun, ‘Kamu hanya akan berkuasa selama kamu hidup di dunia sahaja, dan apabila kamu mati, kamu akan dihukum oleh Allah.’

73. “Sesungguhnya kami telah beriman kepada Tuhan kami, supaya diampunkan-Nya kesalahan-kesalahan kami, dan dosa-dosa sihir yang engkau paksakan kami untuk melakukannya. dan Allah jualah yang lebih baik dan lebih kekal balasan pahala-Nya.

Pengajaran Ayat:

  • Matlamat hidup seorang mu’min yang paling besar ialah untuk mendapat keampunan Allah dan keredaan-Nya. Itulah yang dijelaskan tukang sihir kepada Fir’aun mereka tidak gentar kepada ancaman manusia sebaliknya lebih takut kepada azab Allah yang hanya boleh terlepas apabila mendapat keampunan dari-Nya.
  • Kemudian tukang sihir yakin bahawa Allah-lah sebaik-baik pemberi balasan apabila manusia taat kepada perintah-Nya dan pemberi seburuk-buruk balasan yang kekal bagi orang-orang yang ingkar. Kemudian tukang sihir memberi tazkirah kepada Fir’aun sebelum ia dihukum oleh Firaun.

74. “Sebenarnya sesiapa yang datang kepada Tuhannya pada hari akhirat sedang ia bersalah maka sesungguhnya adalah baginya neraka jahannam Yang ia tidak mati di dalamnya dan tidak pula hidup.

75. “Dan sesiapa yang datang kepadanya sedang ia beriman, serta ia telah mengerjakan amal-amal Yang soleh, maka mereka itu akan beroleh tempat-tempat tinggal Yang tinggi darjatnya.

76. “(Iaitu) Syurga-syurga yang kekal, yang mengalir padanya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya; dan yang demikian itu ialah balasan orang-orang Yang membersihkan dirinya dari perbuatan kufur dan maksiat”.


Kisah Nabi Musa dan Ahli Sihir Firaun...


Salam Ramadhan semua..
Kali ni sy nak share kisah seperti tersebut di atas..

petikan ayat suci al-Quran dari surah al-A'raf, 7: 103-126
moga2 sama2 mndapat iktibar, insyaAllah

[103]
Kemudian Kami mengutuskan Nabi Musa selepas Rasul-rasul itu, dengan membawa ayat-ayat Kami kepada Firaun dan Ketua-ketua kaumnya, lalu mereka berlaku zalim (ingkar) akan ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerosakan.
[104]
Dan berkatalah Nabi Musa: “Hai Firaun! Sesungguhnya aku ini adalah seorang Rasul dari Tuhan sekalian alam.
[105]
“Sudah semestinya aku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah melainkan yang benar. Sesungguhnya aku datang kepada kamu dengan membawa keterangan yang nyata dari Tuhan kamu. Oleh itu, bebaskanlah Kaum Bani Israil menyertai aku (ke Palestin).
[106]
Firaun menjawab: “Kalau betul engkau datang dengan membawa sesuatu mukjizat maka bawalah dia (supaya aku melihatnya), jika betul engkau dari orang-orang yang benar”.
[107]
Nabi Musa pun mencampakkan tongkatnya, maka tiba-tiba tongkatnya itu menjadi seekor ular yang jelas nyata.
[108]
Dan Nabi Musa mengeluarkan tangannya, tiba-tiba tangannya (menjadi) putih (bersinar-sinar) bagi orang-orang yang melihatnya.
[109]
Berkatalah Ketua-ketua dari kaum Firaun: “Sesungguhnya orang ini (Musa) ialah seorang ahli sihir yang mahir.
[110]
“Ia bertujuan hendak mengeluarkan kamu dari negeri kamu”. (Firaun bertanya): “Oleh itu, apa yang kamu syorkan?”
[111]
Mereka berkata: “Tangguhkanlah dia dan saudaranya (daripada dijatuhkan sebarang hukuman) serta utuslah ke bandar-bandar (di merata-rata negeri Mesir untuk) mengumpulkan (ahli-ahli sihir);
[112]
“Yang kelak akan membawa kepadamu segala ahli sihir yang mahir”.
[113]
Dan datanglah ahli-ahli sihir itu kepada Firaun lalu berkata: “Sungguhkah kami akan beroleh upah, kalau kami dapat mengalahkannya?”
[114]
Firaun menjawab: “Benar, (kamu akan mendapat upah) dan kamu sesungguhnya (akan menjadi) dari orang-orang yang damping (denganku)”.
[115]
Mereka berkata: “Hai Musa! Engkaukah yang akan mencampakkan (tongkatmu lebih dahulu) atau kamikah yang akan mencampakkan (lebih dahulu)?”
[116]
Nabi Musa menjawab: “Campakkanlah kamu (dahulu)!” Maka apabila mereka mencampakkan (tongkat-tongkat dan tali masing-masing), mereka menyilap mata orang ramai dan menjadikan orang-orang itu merasa gerun, serta mereka melakukan sihir yang besar (keadaan dan caranya).
[117]
Dan Kami wahyukan kepada Nabi Musa: “Campakkanlah tongkatmu!” Maka tiba-tiba tongkat itu menelan apa yang mereka pura-pura adakan (dengan sihir mereka).
[118]
Maka sabitlah kebenaran (mukjizat Nabi Musa), dan batalah (sihir) yang mereka telah lakukan.
[119]
Oleh itu, kalahlah Firaun dan Ketua-ketua kaumnya di situ dan kembalilah mereka dengan keadaan yang hina.
[120]
Dan (kemenangan Nabi Musa menjadikan) ahli-ahli sihir itu dengan sendirinya merebahkan diri mereka sujud,
[121]
Sambil berkata: “Kami beriman kepada Tuhan sekalian alam.
[122]
“(Iaitu) Tuhan bagi Nabi Musa dan Nabi Harun”.
[123]
Firaun berkata: “Patutkah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepada kamu? Sesungguhnya ini adalah perbuatan tipu daya yang kamu lakukan dalam bandar ini kerana kamu hendak mengeluarkan penduduknya dari padanya. Oleh itu, kamu akan mengetahui (akibatya).
[124]
“Demi sesungguhnya, aku akan memotong tangan dan kaki kamu dengan bersilang, kemudian aku akan memalang kamu semuanya”.
[125]
Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami (tidak gentar) kerana kepada Tuhan kamilah kembalinya kami (dan kepadaNyalah kami mengharapkan keampunan dan rahmatNya).
[126]

“Dan tidaklah engkau (hai Firaun) marah (dan bertindak menyeksa) kami melainkan kerana kami beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami, ketika sampainya kepada kami”. (Mereka berdoa): “Wahai Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, dan matikanlah kami dalam keadaan Islam (berserah bulat-bulat kepadaMu)”.